Setahun lalu, sebelum sakitmu, kita berbincang saat jalan pulang. Engkau sedang menimang dan menimbang dalam pikirmu. Diam sesaat dan di sepanjang jalan pulang kita berbicara sebagai lelaki dewasa, dunia muda sebentar lagi berlalu, ataukah sudah jauh berlalu? dan kita merasa belum melakukan hal-hal sebagaimana kawan-kawan yang lain. Semakin hari usia kita bertambah, masa depan yang tak dapat kau pastikan mengundang kecemasan, subur dan mengakar dalam hari-harimu.
Malam itu kecemasan seperti gunting mantri puskesmas yang bermain di selangkangan, selalu saja menjadi hantu pengusik kejantanan. Tak ada yang salah, diamku bisu sengaja tak mengusik telingamu. Kita tak menolak dunia dan dunia pun tak menolak kita. Kita hanya terlalu berani memilih jalan ini, jalan yang tak pasti katamu.
Malam itu engkau memutuskan mengakhiri jalan sunyi. Dan malam itu aku tak tidur hingga pagi, sebentar lagi aku semakin kekurangan teman berjalan.
2 komentar:
kecemasan (angst) seumpama kodrat yg hingga kapanpun slalu mlekat dlm prjlanan hidup... lalu dunia mkn berwarna abu-abu... kita smakin sulit memilah stiap pilihan: benarkah ini hitam, benarkah itu putih... lalu dunia mengalir, orang2 dtng dan prgi... hingga sepi mnghampiri. Di dpn trsisa hanyalah setapak kcl brujung entah kmana...
brbisik didlm hati ini: ikhlaskan stiap pilihan hidup... sungguh tak bijaksana mnyalahkan keyakinan yang tlh diprtimbangkan... sbb tak seorang pun didunia ini yang mampu memastikan, kemana setapak itu berujung... "semoga itu jalan rahasia menuju yang sejati..." hanya doa ini yang bisa terucap...
salam... ^_^ standing applause buat postingan ini...
Sepakat... doa memang benteng paling ampuh bagi kecemasan...kompas ketika kita kehilangan arah... doa adalah satu-satunya yang kita miliki. Dibalik doa tersembunyi hakikat manusia. :) Makasih atas komentar dan doanya. Salam....
Posting Komentar