Malam itu kau menanya ketika kawan-kawanmu meninggalkanmu sendiri, saat mimpi-mimpi masa lalu tak lagi pernah tampak.
Lalu
ada saat ketika kita harus memutus dengan masa lalu yang kini hanyalah
hantu, menggerogoti daging-daging dan tulang-tulang yang dihinggapinya.
Engkau perlahan akan terbiasa begitu kataku meski tak pernah kau dengar,
kecuali engkau memiliki telinga lebih dari dua.
Lalu
waktu akan menelanmu, melibasmu yang terus tenggelam bersama harap yang
seharusnya tak kau biarkan hidup. Aku dapat membaca cairan yang keluar
dari dua lubang hidungmu, dan aku tahu engkau menderita dari hati hingga
ke tulang-tulang.
Lalu
engkau tak juga pernah menangkap apa arti tragedi, padahal engkau punya
dua tangan dengan sepuluh jari. Tidakkah apa yang seharusnya bukan
milikmu terlalu sempurna untuk kau tangisi? Jadi mengapa mesti engkau
harus diburu gelisah yang kau biarkan hidup dan terus melubangimu hingga
menembus tulang-tulang?
Lalu
katamu padaku, engkau sakit. Aku telah membacanya dari cairan di
dua lubang hidungmu yang sekali-kali kau hapus dengan punggung tanganmu.
Lalu mesin kau nyalakan memutar setir, berusaha meninggalkan malam
sementara pagi masih jauh.
2 komentar:
saya suka dengan tulisan ini. terasa memiliki sudut yang begitu banyak dan kaya.
bah...kerja-kerja tak berkeringat di subuh hari...suatu usaha mengenang seorang kawan...
Posting Komentar