Senin, 28 Desember 2009

Danau dan Paranoid


Saya sudah terbiasa dengan banjir yang selalu datang di tiap musim hujan. Sekitar tiga tahun sudah dan itu cukup untuk membuat saya akrab dengan lingkungan tempat tinggal saya. Namun saya selalu kuatir sejak pihak UNHAS membuat danau yang letaknya beberapa puluh meter di belakang kamar kost saya. Jangan-jangan dindingnya jebol diterobos air hujan. Apalagi hari ini, hujan mengguyur demikian deras.

Sebelumnya seorang ibu -pemilik warung makan- pernah menyoal salah satu bagian dinding yang konstruksinya hanya berpegangan pada tanah. Tidak dibeton seperti bagian dinding lainnya. Suatu waktu, saat minggu pertama hujan, air mulai membuat celah pada dinding danau. Apa yang dikuatirkan ibu tersebut sangat beralasan. Ini baru awal musim penghujan dan air di danau tersebut sudah mulai menyentuh bibir dindingnya. Saya juga telah melihat bagian itu, selalu malah, karena seringkali untuk keluar dari pondokan saya memilih mintas lewat dinding itu. Esok harinya, para pekerja memperbaiki dinding dengan menambah timbunan tanah diatasnya. Meski bagi saya itu tidaklah cukup.

Ucapan ibu tadi seperti air yang tak sanggup lagi ditampung oleh danau. Selama ini pihak UNHAS tidak melibatkan seluruh warga soal rencana pembuatan danau tersebut. Padahal, posisi warga soal kebijakan tersebut sangat sentral. Alasannya sederhana, keberadaan danau itu bisa mengancam pemukiman warga. Meski banjir adalah tamu tahunan, bukan lagi hal baru. Namun masalahnya akan lain jika air yang jumlahnya sekian ribu kubik tiba-tiba datang hanya karena kesalahan yang seharusnya sudah masuk dalam kalkulasi resiko. Apalagi danau itu juga menampung pembuangan air hujan dari rumah sakit Dr. Wahidin.

Saya pernah mendapat informasi dari salah satu warga, bahwa aliran pembuangan air yang ada di UNHAS hanya melalui satu saluran dan itu melewati pemukiman warga. Sekarang, saluran itu bermuara pada danau buatan tersebut, membendung air hujan buangan dari UNHAS yang selama ini melewati pemukiman warga. Pembangunan danau itu punya maksud baik tetapi sayang tak “diseriusi.”

Selain kekuatiran akan dinding danau itu, keberadaan saluran pembuangan -got besar- juga menutup beberapa jalan masuk kepemukiman warga. Sehingga akses mereka dengan dunia luar terhalang. Warga kemudian membangun sendiri jembatan kecil yang melintasi got itu.

Inilah salah satu fenomena mengenai buramnya potret pembangunan di negeri ini. Seperti halnya jalan-jalan beraspal yang dikerjakan di luar dari standar seharusnya. Lebih menyedihkan lagi danau tersebut dibangun atas nama UNHAS, tempat orang-orang dengan puncak-puncak pengetahuan dan kebijaksanaan.

Hujan masih keras mengguyur. Saya mengetik pesan singkat kepada Ema tentang danau itu, “Moga-moga tidak, kasihan orang-orang.” Dalam hati saya juga membathin, "moga-moga ini hanya paranoid."

0 komentar:

 
Free Website templatesFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesSEO Web Design AgencyMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates